Majelis Hakim PN Menggala Jatuhkan Putusan Perkara Maksimal Terhadap Pemerkosa Anak Kandung
Tulang Bawang-(suarapedia.id)- Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) Menggala Jatuhkan Putusan jauh di atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, sebagai hukuman terhadap Pelaku Pemerkosa Anak Kandung dan pelajaran bagi masyarakat luas. Persidangan di pimpin oleh Majelis Hakim Sarmaida E.R. Lumban Tobing, S.H., M.H., selaku Ketua Majelis Hakim, Marlina Siagian S.H., M.H., dan Yulia Putri Rewanda, S.H. selaku Hakim Anggota. Hal itu disampaikan Juru bicara PN Menggala, Fisdar Rio A. T. Marbun, S.H., M.H., melalui hubungan seluler pada Jum’at malam (22/03/2024)
Dia memaparkan,
Seorang ayah kandung berinisial S (51), di Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji, tega memperkosa anaknya sendiri, yang berinisial R (13), hingga R hamil dan melahirkan. Kasus tersebut terungkap ketika kakak R mendapat cerita dari ibu R bahwa R sudah 4 (empat) bulan terlambat datang bulan. Merasa curiga dengan adanya perubahan fisik pada R, kakak R kemudian meminta R untuk melakukan tes kehamilan yang hasilnya positif.
Setelah didesak, R lalu mengaku bahwa S-lah yang telah memperkosa R di mana perbuatan tersebut dilakukan sejak R berusia 11 tahun hingga menginjak usia 13 tahun. Perbuatan keji tersebut dilakukan saat ibu R pergi mencari rumput atau mengunjungi orang tuanya yang sakit sehingga hanya ada S dan R di dalam rumah.
Berdasarkan laporan dari keluarga, S lalu ditangkap dan menjalani pemeriksaan secara hukum hingga menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Menggala. Pada saat R dihadirkan di persidangan (12/2), R tampak menangis histeris hingga tidak sadarkan diri setelah memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim. Dalam keterangannya, R mengaku terpaksa melayani nafsu bejat S karena S beberapa kali mengancam akan membunuh ibu R bila R menolak untuk “melayani” S. Pada persidangan tersebut, ibu R, sekaligus istri S, juga tampak beberapa kali menyeka air mata dan mengaku tidak menyangka jika suaminya tega berbuat demikian pada anak kandungnya sendiri.
Divonis dengan Penjara Maksimal
Akibat perbuatannya, S didakwa dengan Pasal 81 ayat (3) jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Terhadap dakwaan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Menggala menjatuhkan putusan selama 20 (dua) puluh tahun kepada S. Vonis tersebut jauh lebih tinggi daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang “hanya” menuntut S dengan 17 tahun penjara. Pidana tersebut, merupakan pidana maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak Perubahan Kedua.
Selain pidana penjara 20 tahun, S juga diwajibkan untuk membayar denda sejumlah 300 juta rupiah yang apabila tidak dibayar, wajib diganti dengan kurungan selama 3 bulan.
Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terungkap bahwa alasan Majelis Hakim menjatuhkan vonis di atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum dikarenakan terdapat beberapa hal yang memberatkan S. Salah satunya dikarenakan tindakan amoral dari S dinilai telah merampas masa depan R sebagai anak.
“Perbuatan Terdakwa berpotensi merampas masa depan Anak Korban, Anak Korban menderita trauma, perbuatan Terdakwa dinilai telah melanggar norma kesopanan dan kesusilaan, Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit, serta Anak Korban harus melahirkan di usia dini sehingga berpotensi merusak fungsi reproduksi Anak Korban”, papar Majelis Hakim dalam persidangan (18/3).” Kata Jubir.
Putusan tersebut tidak hanya menjadi pukulan bagi pelaku, tetapi juga sebagai pengingat bagi seluruh masyarakat luas, khususnya masyarakat Kabupaten Mesuji, agar tidak melakukan tindak serupa, bahwa tindakan kekerasan seksual, terlebih lagi terhadap anak, tidak akan ditoleransi dan harus dihukum seberat mungkin sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dari putusan Pengadilan tersebut juga menjadi acuan, agar masyarakat lebih berani dan mendukung setiap pelaporan tindak pidana yang dialami korban tindak pidana kekerasan seksual, agar kejahatan tersebut tidak semakin meluas dan menimbulkan kesadaran masyarakat, terutama bagi para korban, bahwa negara memberikan jaminan perlindungan hukum demi kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih berkualitas.
(Dws/red)